Surah Al Anbiya 105 Syarat Yang Ditetapkan Tuhan Bagi Pewaris Tanah Suci

ADSENSE HERE

Syarat-syarat yang Ditetapkan Tuhan bagi Pewaris Tanah Suci Palestina

“Dan Sungguh telah Kami nyatakan dalam Zabur (Mazmur) setelah (pernyataan kami dalam) al-Zikr (Taurat) bahwa (hanya) hamba-hamba-Ku yang saleh yang mewarisi Tanah (Suci).” (al-Qur’an, al-Anbiyah, 21: 105)

Jika Dr. Pipes mengetahui bagian al-Qur’an yang menyatakan bahwa Tanah Suci Palestina pernah diberikan kepada umat Yahudi (dan tidak mungkin dia tidak mengetahuinya), dia seharusnya bertanya: Kebenaran apa yang dilakukan umat Muslim sehingga bisa mengambil alih hak milik umat Yahudi pada Tanah Suci Palestina (dan Kota Suci Jerusalem sebagai pusatnya) yang Allah Maha Tinggi dahulu pernah memberinya kepada mereka (umat Yahudi)? Alasan dia (Dr. Pipes) tidak melakukannya adalah karena hal itu akan membuka “Kotak Pandora”. Pertama, dia tidak ingin mengarahkan perhatian pada al-Qur’an, terutama jika berkaitan dengan hubungan antara umat Yahudi dengan Tanah Suci. Kedua, jawaban dari pertanyaan tersebut ada pada ayat lain dalam al-Qur’an saat Allah Maha Tinggi mengingatkan bahwa hak umat Yahudi memiliki Jerusalem dan Tanah Suci ‘bersyarat’ iman dan beramal saleh. Iman, tentu saja, berarti ketaatan dengan penuh keyakinan pada agama Ibrahim.

“Dan Sungguh telah Kami nyatakan dalam Zabur (Mazmur) setelah (pernyataan kami dalam) al-Zikr (Taurat) bahwa (hanya) hamba-hamba-Ku yang saleh yang mewarisi Tanah (Suci).” (al-Qur’an, al-Anbiyah, 21: 105) Jelas bahwa jika al-Qur’an menggunakan kata ‘Bumi’ atau ‘Tanah’ seperti di atas, tidak bermaksud seluruh bumi. Jika begitu, maka akan menjadi pernyataan yang sangat salah. Mereka yang menguasai bumi sekarang dan perwakilannya yang berkumpul di New York dalam Konferensi Millennium Summit, saat kami menulis buku ini, adalah komplotan penjahat. Mereka adalah perwakilan terbaik dari penipu, dekaden, penindas, dan pada intinya tidak bertuhan dalam Tatanan Dunia sekuler modern, yang mewakili kaum elit penghisap darah yang sekarang memperbudak manusia dengan ekonomi perbudakan baru yang licik berlandaskan Riba. Orang-orang seperti Fidel Castro yang telah berhasil menang dalam perjuangan membela kaum yang tertindas pasti tidak mengikuti pertemuan seperti itu.

Tetapi Firman Allah Maha Tinggi selalu Benar. Dengan demikian, kata ‘Bumi’ atau ‘Tanah’ dalam ayat tersebut tidak menunjuk ke seluruh Bumi. Kalau begitu, ayat itu menujuk ke ‘Tanah’ yang mana? Jawabannya jelas ada di Taurat dan Mazmur (Zabur). Bahkan ada di Injil juga. Jawabannya adalah ‘Tanah Suci’ tetapi semua terjemahan menggunakan kata ‘Bumi’. 

“Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya. Orang itu sendiri akan menetap dalam kebahagiaan dan anak cucunya akan mewarisi Bumi (Tanah Suci). TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.” (Mazmur [Psalms], 25:12-14)

“Tetapi orang-orang yang rendah hati akan mewarisi Bumi (Tanah Suci) dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah.” (Mazmur [Psalms], 37:11) 

“Orang-orang benar (saleh) akan mewarisi Bumi (Tanah Suci) dan tinggal di sana senantiasa (dengan syarat mereka tetap saleh).” (Mazmur [Psalms], 37:29) 

“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan mewarisi Bumi (Tanah Suci).” (Matius [Matthew], 5:5) 

Bukti bahwa kata ‘Bumi’ atau ‘Tanah’ dalam konteks ini menunjuk pada Tanah Suci ditemukan dalam teks al-Qur’an yang menyatakan bahwa Bani Israel akan melakukan Fasad (penindasan dan kelicikan) di ‘Bumi’ atau ‘Tanah’ dua kali: “Dan Kami sampaikan peringatan (yang jelas) kepada Bani Israel dalam Kitab (al-Qur’an) bahwa mereka akan melakukan Fasad dua kali di ‘Tanah’ dan berbangga diri dengan kesombongan yang besar (dan dua kali mereka akan dihukum)!” (al-Qur’an, Bani Israel, 17:4) 

Dengan persetujuan umum, kata ‘Bumi’ atau ‘Tanah’ dalam ayat di atas adalah Tanah Suci! Dan al-Kitab pun menyerukan satu suara, bahwa keimanan dan kelakuan yang saleh adalah syarat-syarat bagi umat Yahudi agar dapat mewarisi Tanah Suci dan tinggal di sana. Seseorang menulis ulang Taurat untuk menghilangkan syarat-syarat ini. Dia menulis: 

“Jadi ketahuilah, bahwa bukan karena jasa-jasamu (kesalehanmu) TUHAN, Allahmu, memberikan kepadamu Negeri (Tanah Suci) yang baik itu untuk dimiliki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk (keras kepala)!” (Ulangan [Deuteronomy], 9: 6) 

Dr. Pipes mungkin merasa tidak enak mempertahankan kebohongan besar yang dilakukan terhadap Allah Maha Tinggi dan agama Ibrahim (‘alayhi salam) ini. Tetapi bukan hal yang sulit, dalam istilah perasaan umum (common sense), kebijaksanaan etis, dan pengetahuan spiritual, untuk mengenali bahwa pernyataan di atas adalah salah. Hal itu tidak cocok dengan standard keadilan sempurna yang pasti datang dari Tuhan Maha Sempurna. Pada kenyataannya, hal itu adalah dusta!

Dan itu memang sengaja dibuat untuk menghapuskan persyaratan yang ditentukan Tuhan untuk umat Yahudi agar mereka dapat mewarisi Tanah Suci. Jika Tanah khusus ini dipilih oleh Allah Maha Tinggi dan secara khusus diberkahi oleh-Nya, kemudian mengapa Dia memberikannya tanpa syarat kepada ‘orang-orang yang
tegar tengkuk’ tanpa mempertimbangkan apakah mereka berperilaku saleh atau dengan keras kepala menolak standard etis perilaku saleh? 

Kedua, catatan sejarah mengkonfirmasi bahwa atas Ketetapan Tuhan, umat Yahudi pernah diusir dua kali dari Jerusalem dan Tanah Suci. Hal itu terjadi saat mereka melanggar syarat iman dan perilaku saleh. Al-Qur’an menyebutkan pengusiran-pengusiran ini dan, setelah pengusiran terakhir, Allah Maha Tinggi menyatakan kehendak-Nya untuk tetap mengusir mereka setiap mereka kembali ke Tanah Suci jika mereka melakukan perilaku yang melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan Tuhan (al-Qur’an, al-Anbiyah, 21:105). 

Banyak umat Yahudi Bani Israel (non-Eropa) mengakui bahwa mereka membawa dirinya kembali pada pengusiran Tuhan dari Tanah Suci karena cara-cara yang mereka lakukan penuh dengan dosa. Zionis Eropa sekuler yang pada intinya tidak bertuhan menolak untuk menerima teori tersebut. Umat Yahudi merespon dengan berargumen bahwa ayat Ulangan (9:6) yang kami sebutkan bermakna mengingatkan umat Yahudi bahwa pemberian Tanah pada mereka adalah akibat dari keimanan dan kesalehan kakek moyang mereka, Ibrahim (‘alayhi salam). 

Dengan kata lain, mereka tidak mendapatkan atau mewarisinya karena kesalehan mereka sendiri. Argumen tersebut tidak meniadakan implikasi dari ayat itu, bahwa Tanah itu diberikan kepada mereka tanpa syarat. Dan al-Qur’an menyatakan bahwa hal itu salah. Pernyataan al-Qur’an jelas. Tanah yang diberikan kepada Bani Israel dengan syarat. Syaratnya adalah keimanan dan ketundukan pada Allah serta perilaku saleh. (al-Qur’an, al-Anbiyah, 21:105). 

Sekitar 600 tahun setelah pengusiran terakhir umat Yahudi dari Tanah Suci, Allah Maha Tinggi memberikan kepada umat Muslim hak untuk memiliki Tanah itu saat pasukan Muslim manaklukannya dan Khalifah Umar (rodhiyallahu ‘anhu) secara pribadi diminta untuk memegang kunci kota. Pada hari itu pernyataan dalam al-Qur’an terwujud. “Dan Dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di Tanah (Suci) dan Dia meninggikan sebagian kalian atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk menguji kalian tentang apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Qur’an, al-An’am, 6:165)

Allah Maha Tinggi menetapkan bahwa umat Muslim berhak mewarisi Tanah Suci. Dengan demikian, Kebenaran menang atas kebatilan. Saat mereka menguasai Tanah Suci mereka terus berkuasa di sana selama lebih dari seribu dua ratus tahun (bukan dalam waktu singkat). Itu adalah tanda yang jelas dari langit bahwa Tuhan mengijinkan umat Muslim menguasai Tanah Suci! Sarjana-sarjana Yahudi harus menerima penjelasan tentang pemerintahan umat Muslim di Tanah Suci selama seribu dua ratus tahun itu, yakni: Pemerintahan umat Muslim bersifat adil dan takut pada Tuhan!

Saat Zionis Eropa menipu Bani Israel untuk bergabung dengan mereka kembali ke Tanah Suci, dan mengklaim bahwa karena ketetapan Tuhan-lah restorasi Negara Israel terjadi, seharusnya jelas bagi umat Yahudi Bani Israel bahwa ajakan Zionis tersebut salah. Itu adalah bohong! Tuhan menetapkan syarat-syarat keimanan pada agama Ibrahim dan perilaku saleh yang dengan jelas tidak ada dalam perjuangan Zionis untuk Israel. Dan saat Israel didirikan, dasar negaranya sama seperti negara sekuler modern. Dasar negara sekuler modern adalah Syirik dan Kufur dan merupakan hal yang berlawanan dengan agama Ibrahim (‘alayhisalam). Hal tersebut lebih jelas dipaparkan dalam Bagian Kedua dari buku ini.
ADSENSE HERE